Budidaya Padi Sawah Sistim SRI




Dari aspek pengelolaan air, usaha tani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus, di lain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu, diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air.
Keuntungan lain dari penerapan budidaya padi S.R.I adalah mengurangi emisi CH4 karena sawah tidak digenangi. Hal ini merupakan keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas. Melalui penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas, emisi metan dari sawah juga akan berkurang secara nyata sehingga secara nasional. Pemerintah Indonesia dapat menunjukkan berpartisipasi aktif dalam menurunkan emisi CH4.
Prinsip Budidaya Sri
SRI atau System of Rice Intensification tertumpu pada 4 hal pokok yaitu :
1.      Menanam bibit muda (5 – 15 hari setelah semai)
2.      Menanam 1 bibit pertitik tanam
3.      Mengatur jarak tanam lebih lebar (30 x 30 cm sampai 50 x 50 cm ; di Indonesia, jarak tanam ideal untuk SRI adalah 35 x 35 cm atau 35 x 35 cm)
4.      Manajemen pengairan yang super hemat dengan cara intermitten (terputus ; berselang seling antara pemberian air maksimal 2 cm dan pengeringan tanah sampai retak).
Selain keempat hal tersebut, sangat dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik. Pupuk organik selain menyediakan unsur hara yang lengkap (makro dan mikro) juga memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, udara yang cukup bagi perakaran, dan meningkatkan daya ikat air tanah.
Di bawah ini adalah prinsip budidaya yang telah diterapkan yaitu :
1.  Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan sesuai anjuran pada sistem konvensional. Sangat dianjurkan untuk memberikan pupuk kandang / kompos / pupuk hijau saat pembajakan tanah. Di sekeliling petakan dibuat parit sedalam 30 – 50cm untuk membantu saat periode pengeringan.
2.  Pembibitan
Pembibitan dalam SRI sangat dianjurkan dilakukan dalam kontainer plastik, kayu, anyaman bambu yang dilapisi daun pisang, atau apa saja yang dapat digunakan.  Hal ini untuk mempermudah saat pindah tanam. Media tanah untuk pembibitan sebaiknya mengandung kompos atau pupuk organik yang baik dengan ketebalan 4-5 cm. Benih diberi perlakuaan khusus agar didapatkan benih yang paling baik. Lihat “Perlakuan Benih Padi”
3.  Pindah Tanam
Sebelum pindah tanam sebaiknya lahan telah betul-betul rata dan kemudia dibuat garis tanam dengan menggunakan caplak agar pertanaman teratur dengan jarak tanam seragam. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau pada tanah yang subur dapat diperjarang sampai 50 x 50 cm.
Bibit dapat dipindahtanamkan pada umur 5 – 15 hari setelah semai (berdaun 2) dengan jumlah 1 bibit perlubang. Pembenaman bibit sekitar 1 – 1,5 cm dengan posisi akar membentuk huruf L. Caranya adalah dengan membenamkan bibit pada jarak sekitar 10 cm di belakang titik tanam, kemudian digeser menuju titik tanam, sehingga posisi akar seperti huruf L.
4.  Pemupukan.
Pemupukan dilakukan sesuai anjuran setempat, baik dosis maupun teknis pemberian. Hal ini disebabkan karakteristik kesuburan tanah yang berbeda-beda di setiap lokasi. Apabila menggunakan pupuk kandang, dosis pupuk kimia dapat dikurangi (mengenai hal ini sebaiknya berkonsultasi dengan pihak BPP setempat).
5.  Penyiangan / Pengendalian Gulma.
Pengendalian gulma sebaiknya dilakukan sebanyak sekurangnya 3 kali selama masa tanam sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengendalian gulma yang baik sebaiknya menggunakan alat weeder (lalandak) yang lebarnya disesuaikan dengan jarak tanam. Gulma yang tercabut dapat dibenamkan atau disisihkan (dalam hal ini bila dominansi jenis gulma yang berumbi seperti teki).
6.  Pengairan
Pengairan atau pemberian air dilakukan secara intermitten atau terputus-putus. Pada awal penanaman, pemberian air dilakukan sampai kondisi minimal macak-macak atau maksimal sekitar 2 cm. Kemudian dibiarkan mengering sampai kondisi tanah mulai terbelah-belah dan mulai lagi dengan pemberian air maksimal, begitu seterusnya. Kondisi tanah yang kering terbelah memberikan kesempatan oksigen lebih banyak masuk dalam pori-pori tanah sehingga akan memperbaiki proses respirasi (pernapasan) perakaran. Kondisi ini tentu akan meningkatkan pertumbuhan perakaran dan perkembangan anakan.  Seperti juga pada sistem konvensional, pemberian air dihentikan saat periode pemasakan bulir padi.
7.   Pengendalian Hama dan Penyakit.
Dalam metode SRI, pengendalian hama dilakukan dengan sistim PHT. Dengan system ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Cara yang dilakukan petani misalnya dengan menempatkan bilah-bilah/ajir di petakan sawah sebagai “terminal” capung atau burung kapinis Selain itu petani juga menggunakan pestisida berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami untuk menghalau hama.
Untuk pengendalian gulma, metode SRI mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida. Biasanya digunakan alat bantu yang disebut garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan didalam tanah. Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, gulma yang tumbuh akan sebanding banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi tergenang air.
8.  Panen
Panen dilakukan setelah tanaman menua dengan ditandai dengan menguningnya semua bulir secara merata. Bila bulir digigit tidak sampai mengeluarkan air.  Dari pengalaman di lapangan,  dengan pemasakan bulir pada SRI lebih cepat terjadi sehingga umur panen lebih cepat dan bulir padi lebih banyak dan lebih padat.
Demonstrasi area yang dilakukan selama ini membuktikan bahwa SRI mampu memberikan kelebihan hasil panen seperti :
a.       Tinggi tanaman lebih tinggi mulai umur tanaman 60 hari
b.       Jumlah anakan 2 kali lebih banyak sejak umur 40 hari
c.        Jumlah anakan produktif meningkat 2 kali
d.       Jumlah bulir permalai lebih banyak
e.        Jumlah bulir bernas lebih banyak
f.        Berat bulir per 100 butir gabah lebih tinggi
g.        Kadar air saat panen lebih rendah
Dengan sejumlah peningkatan tersebut di atas, sudah pasti SRI memberikan nilai produktivitas yang jauh lebih tinggi dibanding dengan metode konvensional.

Mahasiswa


S YA F R I L
Nirm : 01.1.3.10.0250